Rabu, 13 April 2011

Menanam Kebenaran


“Bagiku tidak ada sukacita yang lebih besar daripada mendengar bahwa anak-anakku hidup dalam kebenaran” 
(3Yoh. 1:4).
Pendahuluan
·         Siapakah di antara Saudara yang suka bercocok tanam? Apa yang Anda tanam? Apa yang Anda hasilkan dari yang Anda tanam?
·         Anak-anak tidak akan menemukan kebenaran dengan sendirinya. Ada yang menanamkannya ke dalam diri mereka, entah Anda, teman, lingkungan, atau pun orang lain.
·         Surat 3 Yohanes ditulis oleh Rasul Yohanes kepada seseorang bernama, Gayus—anak rohani Rasul Yohanes. Di dalam suratnya yang singkat ini, Rasul Yohanes menyampaikan terima kasihnya kepada Gayus atas pertolongan yang telah diberikannya kepada beberapa saudara yang datang berkunjung. Rasul Yohanes memuji Gayus yang hidup di dalam kebenaran—kehidupan yang membawa sukacita besar bagi Rasul Yohanes. Dari surat yang pendek ini, ada beberapa pelajaran yang dapat kita petik dan terapkan untuk keluarga.
I.         Yohanes menganggap Gayus sebagai anak dan sebagai orangtua ia memandang Gayus bukan saja sebagai anak biasa melainkan sebagai anak rohani.
1.       Tuhan mengharapkan agar kita bukan saja menjadi orangtua jasmaniah tetapi juga orangtua rohaniah bagi anak-anak kita. Kadang kita beranggapan bahwa tugas hamba Tuhanlah untuk menjadi orangtua rohani bagi anak-anak kita. Pandangan ini keliru. Orangtualah yang bertanggung jawab atas kerohanian anak-anaknya. Jika ada di antara anak kita yang meninggalkan iman atau tidak pernah memeluk iman kristiani, besar kemungkinan kita memiliki andil dalam keputusannya itu. Lewat kitalah mereka kenal Tuhan Yesus, lewat kitalah nantinya mereka bertumbuh di dalam iman kepada Tuhan kita Yesus Kristus pula
2.       Suka atau tidak suka, kita hdup dengan PRINSIP dan prinsip itu adalah apa yang kita pelajari dan tertanam sejak kita kanak-kanak dan menjadi kristal saat kita dewasa. Proses ini terjadi sadar atau pun tidak sadar.   
3.       Berapa banyak di antara kita bisa berkata bahwa orang tua saya adalah orang tua rohani. Mama saya adalah Mama rohani saya, Papa saya adalah Papa rohani saya dan saya takut fakta di lapangannya adalah sedikit yang bisa berkata seperti itu.
4.       Bacalah Ul. 11:18-21. Ada dua hal yang diperintahkan Tuhan di sini:
a.       Tuhan memerintahkan orang Israel untuk menaruh perkataan Tuhan di dalam hati dan jiwanya.
b.       Tuhan memerintahkan mereka untuk mengajarkan perkataan Tuhan kepada anak-anak dengan membicarakannya—pada pelbagai kesempatan—dan menuliskannya—pada pelbagai tempat.
·         Membicarakannya pada pelbagai kesempatan berarti menjadikan Firman Tuhan bagian integral dalam percakapan keluarga.
·         Menuliskannya pada pelbagai kesempatan merupakan upaya untuk terus mengingatkan anak akan perkataan Tuhan lewat bahasa tulisan. Ajaklah membaca buku rohani, SMS rohani, membuat kartu ucapan rohani, dll.
·         Dan prasyarat dari semua ini adalah kita harus menaruh perkataan Tuhan di dalam hati dan jiwa kita terlebih dahulu. Jika ini tidak terjadi, maka dua hal lainnya juga sangat sulit terjadi. Akibatnya, apa yang tertanam dalam keluarga, dalam diri anak-anak kita? Nilai-nilai dari dunia! Dari TV, games, dll.
  1. Susah? Tidak diperlengkapi? Berat?
a.       Tuhan tidak menuntut orang tua melakukan sesuatu yang orang tua tidak bisa melakukannya, hidupilah Firman Tuhan itu di dalam kehidupan kita. Melalui pembicaraan informal.
b.       Tidak layak—Orang tua yang memang menyadari hidupnya itu tidaklah seturut dengan kehendak Tuhan, hidup tidak karuan atau orang tua tidak harmonis, sering bertengkar.
c.        Tidak mementingkan hal-hal rohani sehingga tidak merasa perlu untuk menekankan hal-hal rohani ke dalam hidup anak-anak, mereka berkata biarkan anak-anak nanti bertumbuh besar memilih sendiri apa yang dianggapnya baik, saya tidak perlu mencampuri urusan rohani anak-anak saya, ada orang tua yang bersikap seperti itu sehingga mereka berpikir praktis yang penting anak saya baik, tingkah lakunya baik jangan sampai merugikan orang, sering-seringlah berbuat baik pada orang. Itulah hal yang penting dan yang lain-lain itu tidak perlu ditekankan.
II.        Yohanes memuji Gayus yang telah setia kepada kebenaran dan hidup dalam kebenaran.
1.      Orangtua perlu menyadari bahwa dunia di mana anak tinggal tidaklah ramah terhadap iman kepercayaannya.
a.       Dunia tidak menyenangi kekudusan
Porno sampai nanti di internet-internet, di komputer, handphone, komik-komik.
b.       Dunia juga tidak menyenangi keyakinannya bahwa Kristus adalah satu-satunya jalan kepada Bapa.
Dunia mengajarkan tentang kebaikan manusia merupakan jawaban terhadap masalah dosa dan anak-anak akhirnya tergoda untuk melihat keselamatan dari kacamata ini
c.        Dunia tidak menyenangi cinta anak kepada Kristus
Dunia berusaha menghadirkan berbagai objek untuk dikasihi sehingga kasih kepada Kristus akan luntur. Waktu kecil di gereja ikut kegiatan menghafal ayat, cinta Tuhan, dari sekolah minggu ke remaja, ke pemuda akhirnya makin luntur-makin luntur lebih mementingkan kekasihnya, lebih mementingkan pekerjaannya, olah raganya, kegiatan sosialnya, klubnya.
d.       Dunia pun tidak menyukai tekad anak untuk melayani Tuhan
2.      Kita perlu mengingatkan anak akan desakan dunia dan terus mendorongnya untuk hidup dalam kebenaran. Kita harus mengingatkan anak bahwa terpenting dalam hidup adalah mematuhi perkataan Tuhan dan hidup di dalam-Nya. Jangan lupa untuk menyampaikan penghargaan kita akan komitmennya untuk hidup dalam kebenaran.
3.      Kita sering memiliki pandangan keliru bahwa anak-anak itu selalu benar (innocent). Banyak orangtua yang terkaget-kaget ketika mengetahui bahwa anaknya yang berusia 4 tahun berbohong. Tetapi, itulah yang dikatakan Alkitab (Mzm. 51:7—dalam kesalahan aku diperanakkan, dalam dosa aku dikandung ibuku)
4.      Kita tidak boleh beranggapan bahwa dengan sendirinya anak-anak kita akan mempunyai ketertarikan-ketertarikan terhadap hal-hal rohani, terhadap kebenaran-kebenaran Tuhan, tidak!
III.      Yohanes berterima kasih kepada Gayus yang telah berbuat baik kepada saudara seiman.
  1. Ternyata Gayus bukan saja hidup dalam kebenaran, ia pun hidup dalam kebaikan. Perbuatan baik merupakan wujud nyata kasih kepada Tuhan dan sesama. Kita harus memberi contoh konkret kepada anak sebelum ia dapat berbuat baik kepada sesama. 
  2. Anak belajar paling banyak bukan dari perkataan melainkan perbuatan kita. Kesediaan kita untuk menolong serta membagi apa yang kita miliki adalah bukti nyata kasih kepada Tuhan dan sesama. Belajarlah mengakui kesalahan bahkan di hadapan anak-anak. 
  3. Kita sering menekankan kepada anak-anak bahwa sebagai anak Tuhan mereka perlu belajar mengalah dan kita tekankan kamu harus mengalah kepada kakakmu, kamu harus mengalah kepada adikmu dan sebagainya tapi kita malah bertengkar dengan pasangan kita dan anak-anak melihat. Kita tidak mau mengalah, pasangan kita tidak mau mengalah terus memperpanjang konflik, marah bertengkar dan saling manyalahkan. Apa yang anak-anak lihat? Papa dan Mama tidak mengalah. Apa yang diajarkan sebelumnya akhirnya tidak mendapatkan bukti di dalam rumah sebab akhirnya yang mereka lihat adalah Papa Mama kalau marah satu sama lain tidak ada yang mau mengalah. Jadi nanti yang mereka simpan di dalam hati bukan kebenaran Tuhan tapi justru perilaku orang tualah yang nanti mereka simpan di hati mereka.
  4. Sewaktu anak melihat perbuatan baik, ia pun belajar meniru dan perlahan namun pasti ia akan meyakini bahwa perbuatan baik bukanlah sesuatu yang luar biasa melainkan sesuatu yang biasa dan bisa dilakukan. Akhirnya berbuat baik menjadi bagian dari hidupnya. Jadikanlah berbuat baik itu sebagai sesuatu yang alamiah sehingga anak terbiasa melakukannya pula.
KESIMPULAN
1.       Apa pun yang Anda lakukan, Anda sedang menanam? Cepat atau lambat Anda akan menuai! Itulah yang akan terjadi dengan keluarga Anda, anak-anak Anda! Jika tidak ingin menuai yang buruk, tanamlah yang baik! (Gal. 6:9)
2.       Setialah menanam dan menabur. Jangan putus asa manakala hati anak-anak mengeras. Jangan menyerah untuk dapat merebut hati mereka!
3.       Berikanlah teladan yang baik. Tindakan Anda dibaca anak-anak lebih keras dibandingkan kata-kata Anda.  
4.       Apa yang membuat Anda bersukacita? Anak-anak itu lulus PT, bekerja baik, sukses … tapi saya bersukacita dan lebih sukacita jika anak-anak saya hidup dalam kebenaran!
-allofgrace-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar