Selasa, 24 Mei 2011

Menjadi Berkat dalam Pekerjaan


Apakah Anda bersukacita dan puas dalam karya Anda? Apakah karya Anda memiliki tujuan? Alkitab memberikan petunjuk bagaimana kita bisa berbuat yang terbaik dalam karya dan memahaminya sebagai bagian dalam rencana Allah bagi manusia.
Banyak orang berkarya dengan tak bertujuan dan tak memuaskan hingga frustrasi. Apakah memang demikian? Survei CareerVision.org: AS: 50% karyawan tidak puas dengan karya mereka. Demikian juga di Inggris. Penulis James Patterson and Peter Kim menyatakan dari survey mereka, 90% karyawan tidak suka pekerjaan mereka (The Day America Told the Truth, p. 155). Karya sering dianggal sebagai struggle to survive. Bahkan, banyak yang anggap karya sebagai kutuk atas manusia karena Adam dan Hawa.  
Kejadian mencatat bahwa Allah berkarya menciptakan dunia. Enam kali dicatat bahwa Dia memandang karya tanganNya dan melihatnya sangat baik! (bnd. Kej. 1:31). Allah tak pernah tertekan dengan karyaNya. Dia menikmatinya! Dia bekerja enam hari dan berisitirahat pada hari ketujuh (Kej. 2:1-3). Allah ingin membagi sukacita itu dengan manusia hingga manusia dimintaNya untuk berkarya memelihara bumi (Kej. 2:8, 15). Tapi, mereka berdosa dan hasilnya ada di Kej. 3:17-19. Dari dunia karya yang sangat ideal, karena dosa, manusia harus bergumul keras dan berat. Lalu, Bagaimana kita bisa tetap menjadi berkat dalam pekerjaan kita, meskipun kita melakukan pekerjaan yang kita anggap berat?
I.            Nantikanlah Tuhan untuk Menyediakan bagi Anda
1.        Adam dan Hawa memang berbuat salah dengan tidak taat kepada Allah dan mencari pemuasan dengan usaha mereka sendiri. Jadi, untuk dapat mendapatkan kepuasan dalam karya Anda dan menjadi berkat, belajarlah dari Adam dan Hawa dan terimalah Yesus sebagai Tuhan—Tuan—Pengatur hidup kita, Pribadi yang memenuhi kebutuhan kita. Nantikanlah Dia (Mat. 6:30-33)
2.        Jika kita taat kepadaNya, Dia akan membimbing dan mengatur karya dan hidup kita (Ul. 8:18-19).
3.        Bersyukurlah (Kol. 3:15), meskipun hanya ada makanan di meja—dan pekerjaan—itu pun patutlah disyukuri (Flp.4:6).
4.        Langkah pertama untuk puas dengan karya kita adalah mengakui Tuhan yang telah menyediakannya.
II.         Jadilah Atasan dan Karyawan yang Lebih Baik
1.        Bagaimana bisa memiliki pengalaman kerja yang lebih baik? Salah satunya adalah dengan menjadi pekerja yang lebih baik.
2.        Kita sering sulit berhubungan dengan rekan kerja, bawahan, atau pun atasan? Marilah kita pakai prinsip Alkitab (1Ptr. 2:18-20)—“Hai kamu, hamba-hamba, tunduklah dengan penuh ketakutan kepada tuanmu, bukan saja kepada yang baik dan peramah, tetapi juga kepada yang bengis. Sebab adalah kasih karunia, jika seorang karena sadar akan kehendak Allah menanggung penderitaan yang tidak harus ia tanggung. Sebab dapatkah disebut pujian, jika kamu menderita pukulan karena kamu berbuat dosa? Tetapi jika kamu berbuat baik dan karena itu kamu harus menderita, maka itu adalah kasih karunia pada Allah.”
3.        Tentu saja ada saat kita seharusnya berhenti dari karya dengan atasan yang keji/suka konfrontasi. Namun, sebelum kita meninggalkan lingkungan kerja yang tidak menyenangkan, pastikan bahwa kita telah melakukan segala yang kita dapat lakukan untuk membuat tempat yang ada sekarang menjadi lebih baik. Berusahalah sungguh untuk menolong tempat karya kita mencapai tujuannya. Upayakanlah kerjasama dan bukan konfrontasi (Ams. 15:1—“Jawaban yang lemah lembut meredakan kegeraman, tetapi perkataan yang pedas membangkitkan marah.”). Mencari cara-cara yang membangun melalui konflik akan menurunkan tingkat stress kita, meningkatkan rasa dihargai, dan menghasilkan pengalaman kerja yang lebih baik pula.
4.        Para atasan, belajarlah cara-cara yang baik untuk mendorong dan memotivasi rekan-rekan kerja kita—bahkan yang sulit sekalipun. Perlakukan dengan adil dan jujur (Kol. 4:1—Hai tuan-tuan, berlakulah adil dan jujur terhadap hambamu; ingatlah, kamu juga mempunyai tuan di sorga.”) dan jangan mengancam (Ef. 6:9—Dan kamu tuan-tuan, perbuatlah demikian juga terhadap mereka dan jauhkanlah ancaman. Ingatlah, bahwa Tuhan mereka dan Tuhan kamu ada di sorga dan Ia tidak memandang muka.”). Allah memperhatikan bagaimana manajer memperlakukan yang lain, dan akan membalasnya (ay. 9)
III.      Bekerjalah dengan Semangat dan Tekun (Passion and Zeal)
1.        Apakah itu Passion? Banyak kita yang membiarkan hidup menghajar kita. Kita jatuh dalam rutinitas dan mediokritas. Tapi bedakan passion dan zeal ini dengan workaholic. Tujuannya bukanlah berlebihan—tetapi mengerjakan apa yang kita senangi dan kita rasa penting. Carilah orang yang punya passion/gairah berkarya, bukan gila kerja.
2.        Jika kita melakukan karya kita dengan komitmen dan dedikasi, kita bangga dengan apa pun yang kita lakukan; jika kita semangat dan bergairah untuk mengerjakan dengan benar, setiap hal yang kita lakukan itu penting. (bnd. Pkh. 9:10—Segala sesuatu yang dijumpai tanganmu untuk dikerjakan, kerjakanlah itu sekuat tenaga, karena tak ada pekerjaan, pertimbangan, pengetahuan dan hikmat dalam dunia orang mati, ke mana engkau akan pergi.”)—Bapak Djumangun—seorang tukang becak dengan kaki palsu. Jika tidak narik, istrinya pasti marah. Deni Sumargo beri komentar: Itulah cara istri Pak Jumangun bersyukur, ia mau suaminya melakukan hal yang mungkin kecil tetapi dengan cara yang maksimal.
IV.      Jika Mau Menikmati Karya Anda—Nikmatilah Karya Itu!
1.        Banyak orang bergegas menjalani karya mereka dengan hati yang berat, stress, dan penuh tekanan. Dan jika Anda berbeban berat, izinkanlah Yesus Kristus membantu untuk memikul beban kita dan mengangkat kita jika kita jatuh (Mat. 11:28-30)
2.        Bersukacitalah dalam berkarya (Ams. 15:13—Hati yang gembira membuat muka berseri-seri, tetapi kepedihan hati mematahkan semangat.”)
3.        Untuk berhasil dalam karya—dan hidup—kita perlu menikmati apa yang kita lakukan. Berkarya dengan gairah dan ketekunan, dan sukacita, kita akan memiliki pengalaman karya yang lebih baik dan menolong orang menjadi lebih produktif.
V.         Pahami untuk Siapa Anda Berkarya
1.        Orang Kristen sejati, bahkan dalam pekerjaan yang paling sulit dan berat sekalipun dapat tetap dipenuhi dengan makna dan tujuan—jika kita mengingat untuk siapa kita berkarya (bnd. Ef. 6:5-6—Hai hamba-hamba, taatilah tuanmu yang di dunia dengan takut dan gentar, dan dengan tulus hati, sama seperti kamu taat kepada Kristus, jangan hanya di hadapan mereka saja untuk menyenangkan hati orang, tetapi sebagai hamba-hamba Kristus yang dengan segenap hati melakukan kehendak Allah,”)—bahka kita berkarya bukan sekadar untuk manusia, melainkan untuk menyenangkan Allah.
2.        Hidup kita hari ini merupakan pelatihan untuk sesuatu yang lebih besar. Adam dan Hawa  diberi kesempatan untuk berkarya bagi Allah—kesempatan yang sama yang diberikan pada orang percaya! Allah mencari orang yang dapat dipakaiNya dalam kerajaanNya—yang setia kepadaNya, yang rela bekerja keras, yang mengasihi sesamanya, dan memiliki semangat/gairah serta menikmati hidupnya!
3.        Apakah Anda menganggap karya Anda membosankan dan tak berharga? Allah menggunakan pengalaman-pengalaman kecil untuk mengajar orang percaya sesuatu yang lebih besar. Dan tanggung jawab yang dimintaNya sesuai dengan apa yang diberikanNya (Mat. 25:14, 19-21—Mat. 25:21, 23: Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu.)
4.        Pelatihan Allah sekarang akan berguna kelak di kerajaanNya. Yang menentukan itu bukanlah kekayaan dan status sekarang, tetapi karakter dan ketaatan kepada Allah, kasih kepada manusia, dan iman kepadaNya, dalam kesempatan apapun yang Tuhan berikan kepada kita.
5.        Jalanilah karya kita dengan zeal, passion, joy, dan love. Apakah karya Anda sebuah kutuk? Tak perlu demikian dengan pertolongan Allah!

--allofgrace--

Tidak ada komentar:

Posting Komentar